Kenapa Dinamakan Jumaat?

Hari Jumaat merupakan nikmat rabbaniyah yang selalu dijadikan bahan kedengkian oleh musuh-musuh Islam.

Jumaat

Dinamakan Jumaat kerana, menghimpunkan manusia untuk menunaikan solat, hari dihimpunkan manusia dan disempurnakan kejadiannya dan hari manusia dihimpunkan dan dihitung amalan mereka.

Hari Jumaat merupakan kurnia dari Allah untuk umat ini yang telah dijadikan sebagai umat terbaik yang dikeluarkan di tengah-tengah manusia.

Allah mengutamakan hari Jumaat di atas semua hari dalam sesuatu minggu dan Dia mewajibkan kepada orang Yahudi dan Nashrani untuk mengagungkannya.

Tapi, mereka ingkar dan sebaliknya memilih hari lain sehingga mereka tersesat dan tidak mendapat petunjuk.

Kemudian Allah SWT menunjukkan kepada mereka yang beriman kemuliaan hari ini dengan mengagungkannya.

Dari Abu Hurairah r.a. beliau mendengar Rasulullah SAW bersabda;

“Kita adalah orang terakhir, namun yang pertama pada hari kiamat meskipun mereka telah diberikan kitab sebelum kita. Hari ini (Jumaat) adalah hari yang telah Allah wajibkan atas mereka, namun mereka mempertikaikannya. Maka Allah menunjukkan kita akan hari itu sehingga orang-orang mengikuti kita dalam hari ini (Jumaat), sementara orang-orang Yahudi esok (Sabtu) dan orang-orang Nashrani esoknya lagi (Ahad).” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, An-Nasai dan lainnya)

Maksud “Kita sebagai orang terakhir” adalah sebagai keberadaan umat terakhir di dunia, namun di akhirat kelak akan mendahului mereka.

Iaitu menjadi umat pertama yang dihimpunkan di Mahsyar, umat pertama yang dihisab, umat pertama yang diadili dan umat pertama yang akan masuk syurga.

Dalam riwayat Muslim dari hadis Hudzaifah;

“Kami umat terakhir dari penduduk bumi, namun menjadi umat pertama pada hari kiamat yang diadili sebelum umat-umat lain.”

Dan dalam riwayat Muslim lainnya;

“Kita adalah orang terakhir, namun yang paling awal pada hari kiamat. Dan kita adalah orang yang pertama kali masuk syurga.”

Manakala maksud diwajibkan adalah mesti memuliakan hari tersebut.

Menurut Ibnu Baththal, mereka tidak diperintahkan dengan jelas untuk memuliakan hari Jumaat yang kemudian mereka tinggalkan.

Alasannya, seseorang tidak boleh meninggalkan kewajiban yang Allah tetapkan atasnya sementara masih bergelar mukmin.

Lalu beliau rahimahullah berkata;

“Diwajibkan atas mereka (memuliakan) satu hari dalam Jumaat. Lalu mereka diberi pilihan untuk menegakkan syari’at mereka pada hari itu. Kemudian mereka berselisih tentang hari itu dan tidak mendapat petunjuk untuk memilih hari Jumaat.” Demikian juga yang dinyatakan oleh Al-Qadhi ‘Iyadh. (Lihat Fathul Baari: 2/355)

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata;

“Mungkin juga mereka telah diperintah dengan jelas, lalu mereka berselisih pendapat apakah wajib menentukan hari itu saja atau dibolehkan untuk menggantinya dengan hari lain. Kemudian mereka berijtihad dalam hal itu, lalu salah.” (Lihat Fathul Baari: 2/355)

Dan dalam Fathul Baari, Ibnu Hajar rahimahullah menyebutkan sebuah hadis penutup terhadap masalah ini yang diriwayatkan Ibnu Abi Hatim dari jalur Thariq Asbath bin Nashr, dari As-Sudiy dengan lafaz yang sangat jelas bahawa mereka diwajibkan untuk memuliakan hari Jumaat saja lalu mereka menolak.

Sabda Rasulullah SAW;

“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan (untuk mengagungkan) hari Jumaat atas Yahudi, lalu mereka menolaknya dan berkata: “Wahai Musa, sesungguhnya Allah tidak menciptakan apa-apa pada hari Sabtu, maka jadikan hari itu untuk kami.” (Fathul Baari: 3/277 dari Maktabah Syamilah)

Wallahu a'lam.

BACA INI JUGA: Awasilah Perkataan Yang Sekalipun Benar Namun Kalian Tidak Diberi Ganjaran Pahala

Sumber: Detikislam